
Baca Selanjutnya>>
PUSAT INFORMASI DAN PEMASARAN HASIL PENELITIAN LEMBAGA PENDIDIKAN INDONESIA - JIKA ANDA SEORANG PENELITI DAN MEMILIKI PRODUK ATAU JASA YANG MAU DIPASARKAN ATAU ANDA SEORANG PENGUSAHA MENCARI SESUATU ALAT UNTUK MEMBANTU EFESIENSI USAHA ANDA SILAKAN HUBUNGI KAMI SMS: 081385817649
Setelah setahun meneliti, akhirnya Subagio berhasil memodifikasi tepung gaplek menjadi bahan yang kaya manfaat. Temuannya diberi nama Modified Cassava Flour (Mocal), yakni tepung ubi kayu termodifikasi.
Apa bedanya dengan tepung gaplek? Subagio menerangkan, tepung gaplek, pembuatannya lebih sederhana. Yakni, ubi kayu dikeringkan, lalu digiling menjadi tepung. “Kalau Mocal, melalui beberapa proses kimia,” katanya. Di antaranya, ubi kayu difermentasikan dulu. “Difermentasikan di sini bukan berarti dibuat tape lho,” katanya. Setelah itu, dikeringkan. Mengeringkannya, 3/4 menggunakan matahari. “Kita juga menggunakan alat pengering hibrida agar terjamin hieginitasnya,” katanya.
Setelah dikeringkan, ubi ketela itu akan berbentuk chips (seperti keripik). Selanjutnya, baru digiling, diayak (disaring), dikemas menjadi produk tepung serbaguna.
“Bedanya dengan tepung gaplek, kalau tepung gaplek bau ketelanya masih dominan sehingga kadang baunya apek,” katanya. “Tapi, tepung Mocal kami cita rasa ketelanya hampir nggak ada. Sekitar 70 persen rasa singkongnya hilang,” jelas pria yang juga berhasil meneliti koro sebagai pengganti kedelai dan telah diterapkan di Afrika Selatan itu.
Berkat proses kimia yang diterapkan pada Mocal, Subagio berhasil menjadikan tepung gaplek memiliki tingkat viskositas (kekentalan) dan tingkat elastisitas adonan yang tinggi. “Kalau tepung gaplek itu tidak bisa dijadikan bahan pembuatan kue, tepung Mocal buatan kami bisa,” kata bapak satu anak itu.
Ide dari Ir. Tjokorda, didapat setelah melakukan uzlah untuk mendapatkan ilham agar jalan tol yang dibuat nanti tidak menghambat jalur lalu-lintas.
Penemuan landasan putar bebas hambatan ini berkenaan dengan pekerjaan konstruksi di bidang teknik sipil. Lehih khususnya berkenaan dengan upaya mengangkat benda berat dan selanjutnya memutarnya terhadap sumbu vertikal dari konstruksi pendukung tempat benda berat itu diletakkan.
Cara umum yang digunakan di bidang teknologi ini untuk mengangkat dan memutar benda berat adalah dengan memakai teflon (merk dagang) dan menggunakan alat pengangkat yang berada di luar konstruksi dan dongkrak hidrolik yang berdiri di atas rel atau rol agar dapat memutar benda tersebut. Metode semacam ini memerlukan konstruksi peralatan pengangkat dari baja yang sangat berat dan mahal.
"Ternyata cukup bagus dan sampai sekarang tidak pernah ada keluhan," kata Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Rektor Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung itu mengungkapkan berbagai uji coba lapangan sekaligus implementasi hasil temuannya.
Ide dasar penelitian beton polimer pada awalnya berdasarkan pemikiran ingin mencari beton yang dalam hal-hal tertentu memiliki sifat lebih baik dari beton semen. Ternyata dari literatur diketahui, polimer memiliki sifat seperti semen.
Polimer adalah suatu zat kimia yang terdiri dari molekul-molekul yang besar dengan karbon dan hidrogen sebagai molekul utamanya. "Bahan polimer berasal dari limbah plastik yang didaur ulang, kemudian dicampur dengan bahan kimia lainnya," kata penerima Piagam Penghargaan Menteri Pengawasan Lingkungan Hidup (1983) itu.
DI ATAS sepetak lahan kecil di tengah ladangnya yang luas pada 2005, Syahrul Yondri, 43 tahun, petani cabe di Kelurahan Koto Panjang, Kenagarian Lampasi, Payakumbuh menanam 150 batang cabe merah keriting.
Biasanya di ladangnya yang luasnya 2 hektare, ia menanam lebih seribu rumpun cabe. Namun panen cabenya baru saja digagalkan virus kuning yang dibawa serangga mirip kupu-kupu yang diberi nama virus kutu kebo.
Seluruh daun cabenya menguning dan tidak sempat berbuah. Bukan cabenya saja yang terkena, tetapi juga cabe-cabe milik petani di Limpasi, hampir semuanya gagal panen.
Apalagi virus kutu kebo tersebut tahan berbagai pestisida yang disemprotkan petani.
Akhirnya Syahrul berinisiatif melakukan penelitian kecil-kecilan mencari cara menyingkirkan virus yang dibawa si kutu kebo. Ia mulai mempersiapkan lahan untuk ditanami cabe untuk sarana penelitiannya. Ia menanam 150 cabe keriting lokal.
"Saat cabe saya diserang, saya amati, hama kutu kebo itu sepertinya tidak tahan panas matahari, kalau cahaya matahari sedang terik, dia berlindung di bawah daun, makanya saya membuat cara agar hama di balik daun itu kena cahaya," katanyaKampus ITS, ITS Online - Ide dari inovasi ini, menurut Rivai adalah iklan rokok yang menayangkan bagaimana seseorang bisa mengenali kualitas tembakau hanya dengan menciumnya. Rivai mengaku, usai menonton iklan tersebut, muncul pertanyaan iseng dalam benaknya,"Bagaimana nantinya kalau mereka (yang bertugas mencium, Red) sakit atau tidak mood? Apakah analisa ciumannya tetap bisa diandalkan?".
Dari pertanyaan iseng inilah kemudian Rivai menuai ide untuk membuat electronic nose. Konsep yang ia ajukan adalah alat pencium elektronik yang mampu menghasilkan analisa akurat tanpa terpengaruh oleh faktor yang mungkin diderita oleh indera penciuman manusia. Jadi, tak heran bila nantinya alat ini diharapkan mampu menggantikan fungsi hidung dalam berbagai kebutuhan industri dan analisa kesehatan.Mahasiswa Indonesia di Universitas Queensland, Arief Indrasumunar, mendapatkan paten internasional atas keberhasilan penelitiannya melakukan kloning tiga gen yang berperan dalam pembentukan "root nodule" pada tanaman kedelai.
"Saya sebagai inventor (penemu) saja, dan hasil penelitian saya itu dipatenkan UniQuest (perusahaan subsidiari Universitas Queensland-red.) secara internasional pada Desember 2006," katanya kepada Antara yang menghubunginya dari Canberra, Minggu.
Peneliti Balai Besar Penelitian Bioteknologi Pertanian Bogor yang sedang merampungkan pendidikan doktoralnya di Sekolah Biologi Terpadu UQ dengan beasiswa Pemerintah Australia (ADS) itu mengatakan, "root nodule" adalah organ yang terbentuk pada akar kacang-kacangan sebagai hasil simbiosisnya dengan bakteri "Rhizoblum".
"Di dalam 'root nodule' inilah terjadi fiksasi nitrogen sehingga tanaman kacang-kacangan tidak lagi memerlukan tambahan pupuk nitrogen untuk pertumbuhannya," kata Arief yang merampungkan pendidikan strata satunya di UGM Yogyakarta itu.
Penelitian ketiga gen ini, katanya, sudah dipatenkan UniQuest secara internasional di negara-negara penghasil utama kedelai di dunia, seperti Australia, Amerika Serikat, Kanada, Brazil, China, India, Indonesia, Italia, Spanyol, Rumania, Argentina, Rusia, Thailand, Vietnam, Jepang, dan Malaysia.
Menanggapi kesuksesan mahasiswa Indonesia ini, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Canberra, Dr.R.Agus Sartono, MBA mengatakan, keberhasilan Arief Indrasumunar ini sangat penting dan membanggakan.
"Sebagai bentuk penghargaan dan kebanggaan, saya akan undang beliau untuk menghadiri upacara Kemerdekaan RI nanti di Canberra," kata Agus yang sedang mendampingi rombongan Universitas Hasanuddin (Unhas) berkunjung di Brisbane.
Sementara itu, dalam penjelasan Arief sebelummya dalam penerbitan Perhimpunan Mahasiwa Indonesia di Australia (UQISA News), Arief mengatakan, pemanfaatan simbiosis antara tanaman dengan bakteri Rhizoblum merupakan pilihan yang tepat untuk meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
"Prospek pemanfaatan paten ini juga sangat baik karena penggunaan penemuan ini dapat meningkatkan kemampuan pembentukan 'root nodule' dan fiksasi nitrogen secara nyata baik di tanah yang subur maupun tandus," kata kandidat doktor kelahiran Pacitan, 17 Januari 1964 yang menekuni riset tentang genetiks molekuler tanaman itu.
(Sumber: isekolah.org)