Setelah jasad renik berhasil dibiakkan, menentukan formulasi pupuk yang tepat tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berbagai komposisi dicoba dan hasilnya kebanyakan gagal. Misal ketika diujicobakan ke suatu lahan padi, bukannya menjadi subur, tanaman malah hangus terbakar. Begitu pun ketika diuji pada bunga kesayangan, anggrek. Si cantik eksklusif itu daunnya berguguran satu-per satu. Mirip Thomas Alva Edison yang tak pernah berhenti meneliti sampai berhasil, Ayub tidak berputus asa terhadap kegagalan yang ditemui. Penyilang 10.100 anggrek itu terus mencari jalan untuk memperbaiki penemuannya. Kerja kerasnya baru terbayar setelah berkutat 17 tahun. Ayub menemukan campuran pupuk yang tepat. Ramuan terbuat dari bahan-bahan organik dan mikroba-mikroba menguntungkan. Pertama kali dicobakan pada lahan jagung, hasilnya menakjubkan. Produksi yang semula hanya 600 kg/ha, meningkat pesat menjadi 8,5 ton. Tak heran jika Menteri Pertanian waktu itu tertarik berkunjung ke perkebunannya.
Ayub pun kian semangat meracik pupuk dari bahan-bahan organik yang mudah didapat dan berharga murah. Ikan laut, daging apkir atau limbah hewan digunakan. Bahan baku itu diperoleh dari daerah pesisir. Bila kekurangan, ia mengimpor dari Cili dan Denmark. Investasi yang dikeluarkan tidak main-main. Empat rumah miliknya direlakan dijual untuk melengkapi sarana produksi.
Baca Selanjutnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar